Senin, 19 Agustus 2013

Menulis Takdir

Bandung, 17 Februari 2013

Dear Nadian,

Mungkin saat ini kamu belum menyadari, bahwa di setiap butiran oksigen yang kamu hirup, ada bulir-bulir takdir yang akan membuatmu takjub. Tangan Tuhan begitu dekat, menyentuhmu bagai embun pagi hari yang pekat. Bukan janji semata, ketika Tuhan berkata, bahwa Dia lebih dekat dari urat nadi kita. Kamu akan tahu. Bukan saat ini, tapi suatu saat nanti.

Tahun ini, di tanggal ini, kamu akan berumur 11 tahun. Kamu akan duduk di bangku SMP. Kamu akan mulai merajut sebuah cerita, menulis kisah cinta, yang akan dikenang sampai kamu menutup mata. Sampaikan salamku pada ayah bunda. Bersabarlah dengan mereka, karena tanpa cinta ayah bunda, tidak akan kamu temukan cahaya, yang akan membimbingmu menuju impian dan citamu nanti.

Aku hanya bisa mengucap selamat ulang tahun, melalui secarik kertas lama, yang baru akan kamu baca saat takdir mulai membuka mata. 

Ah, sungguh sayang. Saat ini bahkan kita tidak tahu bahwa kita pernah bertemu. Kita berdua tidak akan pernah ingat. Saat upacara penerimaan siswa baru, aku berbaris tepat disampingmu. 

Nadian, seandainya kamu tahu betapa indahnya semesta yang kamu pijak.

Kamu akan tahu. Bukan saat ini, tapi suatu saat nanti.

Happy Birthday.

Your Beloved,


Adrian.

Bandung, 20 Juli 2017

Dear Nadian,

Sadarkah kamu bahwa kita pernah bertemu?

Hari ini, butiran hujan berjatuhan menyentuh rerumputan. Seperti biasa, kamu sedang duduk di pojok ruangan, menyeruput coklat panasmu yang nyaman. Kamu mulai tersenyum ketika suara hujan mulai terdengar. Betapa gembira dirimu saat hujan tiba. Matamu menerawang ke luar jendela, mengamati setiap butiran hujan di udara. 

Sadarkah kamu bahwa aku memperhatikan kamu?

Rambutmu yang coklat kepirangam, kacamatamu yang tebal, sepatu ketsmu yang kebesaran, jaket pinkmu yang kekecilan, dan tentu saja senyummu yang menawan, seperti orang gila yang sedang kasmaran.

Ah, seandainya kamu melihat penampilanmu saat itu. Kamu  pasti akan ikut tertawa denganku. Maafkan aku yang saat itu tertawa, karena saat itu aku belum tahu bahwa takdir akan mempersatukan kita.

Your Beloved,


Adrian.

Bandung, 17 Februari 2019

Dear Nadian,

Gravitasi hanyalah ilusi. Sama seperti hati yang selalu mencari arti. Mungkin gravitasi yang menarik aku padamu. Mungkin hatiku yang diam-diam selalu mencarimu. Mungkin gravitasi tidak pernah ada, tapi dimensi yang saat ini memisahkan kita sangatlah nyata.

Kamu yang sedang berbahagia, merayakan ulang tahunmu yang ke tujuh belas. Disampingmu berdiri ayah dan bunda. Dibelakangmu ada aku yang belum mengenal dirimu (mungkin kamu bertanya sedang apa aku disana. Sayang, aku sedang lapar menunggu makanan yang tidak kunjung tiba). Di depanmu berdiri sang cinta pertama.

Masih ingatkah dirimu? manisnya cinta, runtuhnya logika, betapa indahnya bahagia.

Saat kamu patah hati, simpanlah pahitnya cinta di dalam nadi, karena kamu tidak akan pernah merasakan cinta sejati, sebelum pedih cinta datang mengunjungi.

Happy Birthday.

Your Beloved,


Adrian.

Depok, 25 November 2023

Dear Nadian,

Kamu pasti ingat hari ini. Ini adalah hari,  dimana kamu pertama kali berkenalan dengan makhluk paling tampan sejagad raya: Aku.

Pasti kamu ingin muntah ketika membaca kalimat pertama surat ini. Aku tahu. Kamu ingin muntah karena kamu tidak kuat menahan betapa tampannya diriku waktu itu. Tidak apa-apa sayang. Akui saja.

Bukankah hidup ini lucu? 4 tahun kita berada di kampus yang sama, namun baru saat wisuda kita pertama saling menyapa.

Kita bertatap mata saat yang lain berpisah dalam duka.

Kamu dengan kekasihmu yang itu (mantanmu yang katanya paling ganteng. HUH!), dan aku dengan sahabatmu yang itu (mantanku yang selingkuh dengan mantanmu yang itu).

Ah, sayang. Adakah sebuah kata yang bisa mengukur keajaiban semesta?

Saat itu kita tidak pernah tahu, bahwa 4 tahun dari sekarang, entropi akan membawa arti, pada sebuah eksistensi yang selama ini tidak pernah kita sadari.

Your Beloved,


Adrian

Solaris, 1 Januari 2027

Dear Nadian,

Pernahkah kamu mengira? Bahwa kita akan bertemu diantara milyaran bintang di angkasa?

Kita saling menyapa dengan malu-malu, seperti pasangan baru yang akan berbulan madu.

Wajahmu merah merona, ketika aku (dengan tidak tahu malu) mengajakmu kencan di hari pertama kita bertemu (aku memang tidak pernah tahu malu).

Kamu berkata: "Iya" (Setelah pura-pura berpikir panjang)

Ingatkah film yang pertama kali kita tonton di bioskop? Kamu pasti tidak ingat. Aku juga tidak ingat.

Karena kita berdua tertidur pulas di kursi di bioskop.

Kita tertawa tanpa henti, saat petugas kebersihan membangunkan kita dari dunia mimpi.

Kulihat dirimu tertawa. Kusadari jemarimu menyentuh lenganku dengan jenaka.

Tuhan sedang menyadarkan kita. Semesta ingin kita untuk bersama.

Your Beloved,


Adrian.

Titan, 31 Desember 2052

Dear Nadian,

Sayang.

Aku sedang menulis sebuah surat cinta.

Sebuah surat yang kutulis dengan secarik kertas lama. Sebuah surat yang aku harap kelak kamu baca.

Kamu mungkin bertanya, kenapa harus sebuah surat?

Sayang, seorang sufi pernah berkata, bahwa setiap manusia adalah seorang pembaca.

Kamu mungkin bertanya, apa yang kita baca?

Takdir.

Tuhan menuliskan sebuah cerita di atas secarik kertas bernama semesta. Sayang, cerita tersebut bernama takdir. Kita lahir ke dunia untuk membaca apa yang Tuhan sudah tuliskan.

Maka, sebagai hadiah perpisahan ulang tahun pernikahan kita. Aku akan menuliskan takdir kita di atas secarik kertas.

Bukan sayang, aku tidak berniat untuk menjadi Tuhan. Aku hanya ingin memberitahukan kepadamu apa yang Tuhan sudah tuliskan untukmu, untukku.

Untuk memberitahukan padamu bahwa betapa indahnya hidup ini. Bahwa misteri ilahi hanyalah sebuah kebenaran yang selama ini selalu tersimpan di hati.

Sayang. Jika kamu membaca surat ini, berarti aku sudah pergi.

Sayang, janganlah kamu bersedih. Ini bukanlah sebuah perpisahan. Kita pasti akan bertemu lagi. Di sebuah masa, untuk merajut kembali benang-benang takdir yang suatu saat nanti akan mempersatukan kita kembali.

Sampai jumpa lagi.

Your Beloved,


Adrian.

----------------------------------------------- Final Entry---------------------------------------------

"Sir, are you ready to go?" Assitenku tampak khawatir. Wajar saja, aku bahkan tidak tahu bahwa percobaan ini akan berhasil atau tidak.

"I'm ready, son."

"Are you sure about this? You know, we can always send some drones instead."

"I'm sure. It has to be me. I have to see it with my own eyes."

"What about your wife, sir? Shouldn't we at least tell her about this?"

"Don't worry about it, I will see her again soon anyway." Lucu. Aku menemukan sebuah ironi dari ucapanku barusan.

"I'm ready. Activate the flux capacitor."

Sebuah mesin waktu. Siapa sangka?

"Sir.." Ada ketakutan dan binar keberanian di mata assitenku. Aku tahu dia juga ingin melihat semua ini dengan mata kepalanya sendiri.

"Yes?"

"Good luck."

"There's no such thing as luck, son." Aku tersenyum simpul "Everything is written."

------------------------TIME RESET------17 FEBRUARY---------2013---------------------


Tidak ada komentar: