Rabu, 21 Agustus 2013

Potret Ibunda

PAGI HARI

Malam ini jangan keluar!" Jerit Yono. Dia berlari-lari di sepanjang koridor bangsal, berteriak mengucapkan hal yang sama.

 "MALAM INI JANGAN KELUAR!"

Aku tahu. Berisik.

Yono tiba-tiba berhenti mendadak di depan kamar nomor tiga belas. Dia berjalan mendekati pintu kamar tersebut.

"Tidak. Kamu pasti belum tahu. Yono tahu kamu belum tahu. Kamu pasti belum tahu kan?"

Yono memang memiliki kemampuan yang misterius. Dia bisa membaca pikiran orang.

"Aku tahu, Yono. Bunda pulang hari ini. Ada inspeksi. Kita enggak boleh main keluar!"

Yono kemudian menggedor pintu kamar nomor tiga belas. BUM! BUM! BUM!

"Kamu salah! Yono yang benar! Yono yang benar!" Ejek Yono.

Berisik.

"Aku benar YONO! IBUNDA PULANG HARI INI!!"

Yono malah makin menjadi-jadi. "SA---LAAAAAAAH!"

Kucincang juga ini orang!

Kemudian Jarwo membuka pintu kamarnya. Kesal. Yono seketika lari menyadari bahwa nyawanya sedang terancam.

Jarwo berlari mengejar Yono. Tapi Yono berlari lebih kencang dari dari Jarwo. Yono malah makin mengejek Jarwo.

"Jarwo salah~Jarwo salah~Jarwo salah!"

"KUCINCAAANG KAAU!"

Faktanya, Jarwo memang sudah mencincang tiga belas orang. Tapi Yono tidak akan pernah menjadi korbannya yang ke empat belas.

RAPAT

"Jadi malam ini bunda akan datang" Kapten berlagak serius di atas podium yang terbuat dari tumpukan kardus. Seragam tentaranya sengaja di cuci dari jauh hari agar dia bisa tampil keren hari ini. Tidak luput, sebuah helm tentara berwarna hijau dia pakai, lengkap dengan coretan coreng hitam di muka ala tentara. Tidak lupa, sebuah sepatu bot yang kebesaran, serta medali yang terbuat dari stiker hadiah permen karet.

"Anda terlihat tampan hari ini KOMANDAN!" Ujar Komar sambil memberi hormat pada sang kapten.

"KAPTEN!" Jerit Kapten membenarkan.

"Anda terlihat tampan hari ini KOMANDAN KAPTEN!"  Komar tersenyum lebar. Memamerkan giginya yang terbuat dari emas murni.

"KAP--Ah, sudahlah!" Kapten berdeham sedikit. Ehem! Kemudian melanjutkan:  "Kita sudah merencanakan ini sejak lama. Saya akan memanggil satu persatu dari kalian. Saya akan sebutkan nama. Kalian sebutkan peran kalian masing-masing. Mengerti?"

"MENGERTI!"

Semuanya kompak.

Kemudian Kapten merogoh sakunya dan mengambil sebuah catatan kecil. Dia membuka catatan tersebut dan membolak-balik halaman demi halaman hingga akhirnya dia berhenti. Kapten berdeham lagi. Ehem!

"Baiklah, saya akan sebutkan nama pertama: RAHMAT!"

"HADIR KAPTEN!" Jawab Rahmat dengan semangat. Rambutnya yang keribo mirip pohon beringin. bergoyang-goyang tertiup kipas angin.

"Peran kamu apa, Mamat? Sebutkan peranmu!" Kata Kapten tidak sabar.

"HADIR KAPTEEN!"

"SEBUTKAN PERAN, GOB--"

Komar mengacungkan tangannya ke udara.

"Interupsi KOMANDAN KAPTEN!"

"KAP--AH, apa Komar !?"

"Peran Mamat adalah untuk hadir, KOMANDAN KAPTEN!"

"Ap--Oh iya." Kemudian Kapten berdeham lagi. Ehem!

"Siapa saja yang perannya disini hanya untuk hadir?"

Kemudian belasan orang mengacungkan tangannya ke udara.

"Oh baiklah. Kalau begitu yang memiliki peran selain hadir disini hanya ada 4 orang. KOMAR!"

"MEMATIKAN GENERATOR LISTRIK!" Ujar KOMAR bersemangat.

"BAGUS! Lanjut, ASEP--"

Jarwo mengacungkan lengannya ke udara.

"Interupsi KAPTEN!"

Kapten menepuk jidatnya. "Iya, Jarwo?"

"Absen saya seharusnya setelah, Komar. Kenapa malah Asep yang dipanggil?"

"Baiklah. Peran kamu apa, Jarwo?"

"MENCINCANG ORANG KAPTEN!"

Kapten nyaris pingsan di tempat. "PERAN KAMU UNTUK MENGANTAR IBUNDA, JARWO!"

"SIAP KAPP--hah? Saya tidak mencincang orang?"

Kapten menggelengkan kepalanya.

"Oh, baiklah."

Kapten menghela napas panjang. "Baiklah, lanjut. ASEP!"

Asep berdiri tegak dan hormat. "MENGALIHKAN PERAWAT!"

"BAGU--"

"MEMBERI SINYAL, KAPTEN!" Jerit Yono.

Semua hening. Kapten bingung.

"Kamu belum dipanggil, Yono." Ujar Yono sambil tersenyum.

Semua bingung. Kapten makin bingung.

"Yono bisa membaca pikiran ornag." Kata Komar sambil berbisik memecah kesunyian.

"OOOH."

Semua kompak.

Kapten kembali berdeham. Ehem!

"Baiklah. Untuk mempersingkat waktu. Maka saya akan sudahi rapat hari ini. Silahkan kembali ke pos masing-masing!"

"SIAP KAPTEN!"

EKSEKUSI

Jadi malam ini. Ada sebuah rencana yang sudah direncanakan dengan matang. Matang seperti telor rebus yang dimasak seratus derajat celsius.

Ibunda sudah datang. Mobil mercedes benz berwarna hitam. Diparkir di pojok lahan dekat pos satpam.

Itu Ibunda.

Para perawat yang berpakaian putih-putih seperti cat kamarku yang putih-putih sedang berjaga di depan pintu.Bersiap menyambut ibunda.

Sudah saatnya menyalakan sinyal yang pertama. Aku naik tangga ke atas balkon yang menghadap ke Lobby.

"AUUUUUUU!"

Auman serigala favoritku!

"Siapa itu?" Tanya perawat Johan.

"Paling si Yono." Balas perawat Leo.

Tepat sekali perawat Leo! Aku mengaum tapi bukan auman biasa. Aku mengaum untuk menjalankan sebuah rencana.

RENCANA 1 - PENGALIHAN PERHATIAN

"AUUUUUUU!"

Oh, itu sinyal dari si Yono. Saatnya menjalankan rencana pertama.

Asep berlari keluar dari ruang rekreasi. Dia mengintip dengan hati-hati ke arah para perawat yang sedang berbaris di lobby.

Semua ada disana. Baiklah.

Asep memeriksa sepatunya, takut-takut ada yang cacat. Dia juga melakukan pemanasan dan peregangan selama beberapa menit. Agar dia bisa berlari dengan luwes dan leluasa.

Aku SIAP!

Kemudian Asep merogoh sakunya dan menggenggam puluhan petasan kecil di tangannya.

"HEI JOHAN!" Jerit Asep.

Perawat Johan melihat ke arah Asep.

"MAKAN NIH!" Asep kemudian melemparkan semua petasan tersebut ke arah perawat Johan.

DOR! DOR! DOR!

Suara ribut dari petasan meledak-ledak di tengah-tengah lobby. Membuat para perawat panik.

"SIALAN!"

Para perawat  kemudian berlari mengejar Asep. Para perawat tidak akan pernah bisa menangkap Asep. Beberapa tahun sebelum Asep menembak mati istri dan kedua anaknya. Asep adalah mantan atlet pelari marathon juara Olympiade.

RENCANA II - MEMATIKAN GENERATOR

Pintu lobby terbuka, ibunda masuk hanya untuk menyadari bahwa tidak ada para perawat yang menyambutnya.

"Loh, tumben." Kata ibunda.

"GUK! GUK! GUK!" Yono menggonggong seperti Anjing.

Bunda tersenyum menyadari suara familiar itu, "Yono, itu pasti kamu. Dasar anak nakal."

Komar juga tersenyum menyadari suara familiar itu, "Ah, itu si Yono. Matiin lampu dulu!"

Di ruang bawah tanah, Komar mematikan generator listrik.

ZAP!

Lampu mati.

Semua begitu gelap, Komar pun berlari keluar dari ruang bawah tanah. Sungguh aneh. Dahulu Komar sangat menyukai kegelapan, karena di dalam kegelapan Komar bisa dengan bebas memperkosa para perempuan muda yang diculiknya.

Sekarang Komar benci dengan gelap.

Ini semua berkat Ibunda.

RENCANA III - MENCULIK IBUNDA

"Mati lampu?" Kata ibunda. "Johan! Reno! Dimana anak-anak itu?"

"MI!MO!MI!MO!MI!MO!" Yono menirukan suara ambulans.

"Hati-hati, Yono. Lampu mati! Jangan lari-lari di lantai 2 nanti kamu jatuh!"

Tiba-tiba sesosok pria bertubuh besar terlihat membawa sebuah lampu senter yang terang benderang, menyinari lobby yang diselimuti kegelapan.

"Jarwo?" Tanya ibunda.

"Bunda. Saya disini untuk mencinca---maksud saya, menculik bunda." Kata Jarwo

Ibunda tertawa kecil, "Menculik? Kamu mau menculik bunda kemana, Jarwo?"

"Ke ruang rekreasi, bunda."

"Oke, ayo kita kesana." Kata bunda tersenyum.

Kemudian mereka berdua pun berjalan ke ruang rekreasi.

RENCANA TERAKHIR - POTRET IBUNDA

JEPRET!

Sebuah kilatan cahaya Kamera berkilap menyinari ruang rekreasi.

"SELAMAT ULANG TAHUN IBUNDA!"

Semua pasien  rumah sakit jiwa harapan bunda ada disana.

Momennya pun sangat pas, generator cadangan akhirnya menyala dan kembali menerangi seisi rumah sakit.

Kapten dengan lagaknya yang sok serius membawa kue ulang tahun ke hadapan Ibunda.

"Selamat ulang tahun, bun." Kata Kapten, sok keren.

Ibunda terharu meneteskan air mata.

"Oh, anak-anakku." Bunda tidak bisa berkata-kata.

"TIUP LILINNYA~TIUP LILINNYA!"

"Siapa yang membuat kue ini?" Tanya Bunda sambil melihat kue ulang tahunnya yang berbentuk kepala manusia. Kepala ibunda.

Marisa mengacungkan tangannya sambil tersenyum malu-malu. Marisa dulu adalah seorang koki...yang hobi memasak manusia.

Ibunda semakin terharu. Beberapa tahun yang lalu, pasien-pasien dirumah sakit ini adalah pasien yang terancam hukuman mati. Dengan kesabaran dan kasih sayang, ibunda berhasil merubah pasien-pasien di rumah sakit ini hingga menjadi kumpulan manusia yang berguna dan penuh cinta.

"Terima kasih ya anak-anak" Kata Yono.

Semua tiba-tiba hening memandang Yono. Ibunda tersenyum sambil berbisik memecah kesunyian: "Yono bisa membaca pikiran orang."



Tidak ada komentar: